BEKASI – Sebuah percakapan di grup media sosial yang melibatkan sejumlah warga Bekasi menjadi sorotan, menyoroti insiden aksi anarkis yang terjadi di kota tersebut. Diskusi ini mengungkap beragam pandangan, mulai dari apresiasi terhadap kekompakan warga hingga kekhawatiran tentang keselamatan dan mata pencarian.
Seorang warga, yang merasa bangga dengan respons masyarakat, berujar, “Bangga deh menjadi bagian dari warga kota ini yang cinta pada kota ini, yang kompak menjaga agar kota kita tidak dirusak oleh para perusuh.”
Namun, pandangan berbeda muncul ketika seorang pengguna lain berpendapat bahwa aksi tersebut adalah demo murni yang dipicu kekecewaan masyarakat. Ia berharap kejadian ini dapat menjadi hikmah dan memicu perbaikan. “Mudah-mudahan menjadi hikmah dan perbaikan ke arah yang lebih baik terhadap semua elemen,” ujarnya.
Aksi Tengah Malam dan Tanggapan Warga
Perdebatan memanas saat identitas pelaku dan waktu kejadian disinggung. Beberapa warga menyebut para perusuh sebagai “orang luar” yang sengaja membawa bom molotov dan petasan. Mereka menegaskan bahwa aksi yang terjadi di atas pukul 18.00 WIB, melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang unjuk rasa, yang seharusnya berlangsung dari pukul 06.00 hingga 18.00 WIB.
“Di atas jam 18.00, sudah tidak bisa disebut unjuk rasa…itu adalah melakukan kerusuhan seperti semalam,” tegas salah satu pengguna. Ia juga menekankan bahwa tindakan tersebut seharusnya ditangani secara tegas.
Seorang warga lain, yang mengaku sebagai buruh harian, menyampaikan kekhawatirannya. Ia merasa kesulitan mencari nafkah saat terjadi kerusuhan. “Aduh kasihan Bang, masyarakat seperti saya yang buruh harian kalau ada kerusuhan sulit cari uang untuk keluarga,” katanya.
Diskusi ini menunjukkan betapa masyarakat Bekasi bangga dengan kekompakan mereka dalam menghadapi insiden tersebut, namun di sisi lain juga menyiratkan harapan agar pihak berwenang bertindak tegas demi menjaga stabilitas dan melindungi warga dari dampak kerusuhan.