KOTA BEKASI – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Tim Pendamping Teknis melaksanakan kunjungan monitoring dan evaluasi (monev) lapangan sebagai tindak lanjut atas sanksi administratif penghentian pengelolaan sampah sistem open dumping yang diberlakukan pada sejumlah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di berbagai daerah, termasuk Kota Bekasi.
Kunjungan berlangsung selama dua hari, dari tanggal 15 hingga 16 Mei 2025. Pada hari pertama, Kamis (15/5), Tim KLHK bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi melakukan diskusi dan penyampaian kelengkapan administrasi terkait progres sanksi administratif, dilanjutkan dengan pemantauan di TPA.
Hari kedua, Jumat (16/5), dilakukan pemantauan langsung di beberapa fasilitas pengelolaan sampah di wilayah Kecamatan Bekasi Utara. Lokasi yang dikunjungi antara lain: TPS 3R Prima Harapan, BSU Srikandi Kemuning, BSU Teratai, BSU Basuki, dan BSU Permata.
Kegiatan ini bertujuan untuk memverifikasi data lapangan serta menilai upaya pengelolaan dan pengurangan sampah di tingkat sumber, sekaligus memperkuat peran TPS 3R dan BSU sebagai alternatif pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Direktur Penanganan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, melalui surat tugas menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pembinaan teknis dan pengawasan implementasi sanksi administratif. Tim teknis akan mencatat progres riil dan kondisi fasilitas sebagai dasar evaluasi lanjutan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yudianto, menegaskan komitmen Pemkot Bekasi untuk terus memperkuat pengelolaan sampah dengan pendekatan partisipatif berbasis masyarakat.
“Kami mendukung penuh langkah KLHK dan terus mendorong TPS 3R serta BSU di Kota Bekasi sebagai ujung tombak pengurangan sampah dari sumber,” ujar Yudianto.
Kegiatan pemantauan ini diharapkan menjadi pemicu sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang terpadu, terukur, dan sesuai amanat regulasi nasional. Hal ini terutama penting dalam mendukung target pengurangan sampah 30% dan penanganan 70% hingga tahun 2025 sebagaimana tercantum dalam Jakstranas.